Majelis Pengawas Notaris Pusat menggelar rapat membicarakan masalah ini.
Notaris dan PPAT masih berada di bawah payung yang berbeda. Tetapi keduanya berwenang membuat akta pertanahan. Siapa yang harus mengawasi jika terjadi kesalahan: BPN atau Dephukham?
Persoalan kewenangan notaris dan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) masih terus berlanjut, terutama berkaitan dengan pasal 15 ayat (2) Undang-Undang No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. Sejumlah sumber mengatakan bahwa pasal ini mempengaruhi ruang gerak notaris dan PPAT terhadap akta-akta pertanahan. Pasal ini menjadi perbincangan serius di kalangan pejabat yang berwenang di bidang pertanahan.
Toh, munculnya kontroversi tentang "kewenangan notaris membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan", tidak menggoyahkan pemahaman Herliani. Pegawai Badan Pertanahan Nasional (BPN) yang membidangi PPAT itu berpendapat bahwa dasar hukumnya adalah PP Nomor 37 Tahun 1998 dan PP Nomor 24 Tahun 1997 sebagai pelaksana dari Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 tahun 1960 (UUPA). Ditambah lagi Peraturan Menteri Agraria/Kepala BPN No. 4 tahun 1999, mengenai Ketentuan Pelaksana PP Nomor 37/1999 tentang Peraturan PPAT. Menurut Herliani, peraturan ini merupakan dasar hukum yang kuat bagi kewenangan PPAT.
“Silakan notaris membuat akta-akta yang berkaitan dengan pertanahan”. Asalkan, tak lupa ia mengingatkan juga, bahwa dalam pasal 15 ayat 1 UUJN, mengenal pembatasan yaitu dalam klausul “....semuanya itu sepanjang pembuatan akta-akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh undang-undang”, menjadi rujukan bahwa PPAT tetap memiliki ruang lingkup jabatan yang berbeda dengan notaris. Menurutnya, akta-akta yang bisa dibuat oleh Notaris, adalah sebatas yang bukan menjadi kewenangannya PPAT.
Meskipun belum ada kesepakatan pemahaman tentang pasal ini antara Dephukham dengan BPN, Notaris dan PPAT, usaha untuk membenahi lalu lintas pembuatan akta tentang tanah, terus dilakukan oleh semua pihak. M Affandhi Nawawi, salah seorang notaris, mengatakan berdasarkan Keputusan Kongres XIX yang berlangsung tanggal 25 – 28 Januari 2006, INI telah mengakomodir pelaksanaan pasal 15 ayat 2 huruf f ini. Masalah ini berarti misi yang harus dijalankan organisasi.
Menurut Nawawi, INI dituntut pro aktif dalam program pengadaan bahan baku Peraturan Pemerintah, sebagai peraturan pelaksana pasal ini. INI diharapkan dapat mensupport bila terjadi kasus di pengadilan, bilamana BPN menolak akta yang dibuat notaris sesuai kewenangannya melaksanakan pasal tersebut.
Dephukham sendiri telah menjadikan bahasan pasal kontroversi itu ke dalam agenda eksternal sebagai materi diskusi pada rapat Majelis Pengawas Pusat Notaris, tanggal 15 Maret 2006. Meskipun sebelumnya, sempat beredar wacana bahwa karena UU yang mengatusnya demikian, maka PPAT dan Notaris harus tunduk pada hukum positif yang berlaku itu. Dengan kata lain notaris dapat berperan juga sebagai PPAT, yang dibenarkan oleh Suparno, Kepala Seksi Notariat Dephukham.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar