Urgensi Magang bagi Calon Notaris*)
Di Belanda, masa magang bagi notaris semakin lama. Setelah keluarnya Notariswet 1999, masa magang menjadi enam tahun.
Tulisan ini mencoba menguraikan urgensi magang bagi notaris di Indonesia dibandingkan dengan praktik di Negeri Belanda.
Dahulu (Sebelum UUJN)
Sebelum terbitnya UU No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris atau yang lebih dikenal dengan UUJN, peraturan yang digunakan untuk mengatur mengenai jabatan notaris adalah Staadblad No.3 Tahun 1860. Peraturan yang disebut terakhir merupakan salah satu produk perundang-undangan yang ditetapkan oleh Gubernur Jenderal Nederlands Indie, jadi merupakan ordonansi tanggal 11 Januari 1860.
Melalui azas konkordansi, secara otomatis peraturan mengenai jabatan notaris juga diadaptasi. Dengan kata lain disesuaikan dengan bagaimana peraturan yang sudah berlaku di Belanda. Menurut sejarahnya, peraturan yang diadaptasi tersebut telah berlaku sejak lama bahkan lebih dari 100 tahun. Dan, materinya sudah sering mengalami revisi, disesuaikan dengan perubahan
masyarakat dan zaman itu sendiri.
Berdasarkan Stbl. 1860 No.3, pasal 13 menegaskan bahwa untuk dapat diangkat menjadi notaris maka seseorang harus memenuhi empat syarat, yaitu:
-Warga Negara Indonesia;
-Telah mencapai umur 25 Tahun;
-Membuktikan kelakuan baik selama 4 tahun terakhir;
-Telah lulus dalam ujian notaris.
Jika dilihat dari keempat syarat di atas, maka tak ada satu pun syarat yang menyatakan bahwa calon notaris harus melalui masa magang dengan jangka waktu tertentu terlebih dahulu. Sehingga timbul pertanyaan, apakah menurut pemerintah Hindia Belanda saat itu magang tidak terlalu penting dan perlu untuk dimasukkan sebagai syarat?
Mengenai syarat magang ini, G.H.S Lumban Tobing (1992) pernah mempermasalahkan dalam bukunya. Menurut dia, pasal-pasal yang ada di dalam Stbl. 1860 No. 3 adalah copy dari pasal-pasal yang ada di Notariswet di Belanda. Tapi mengapa dalam Stbl 1860 No. 3 tidak terdapat suatu pasal yang mengharuskan adanya suatu "masa magang" (werkstage). Padahal, di Notariswet sendiri terdapat ketentuan bahwa salah satu syarat untuk dapat diangkat sebagai notaris, yang bersangkutan harus dapat menyerahkan suatu bukti bahwa ia sudah pernah bekerja (tidak terputus) pada salah satu kantor notaris selama sekurang-kurangnya tiga tahun.
Sebenarnya, di Indonesia sudah berapa kali dibahas tentang perlunya "masa magang". Cuma, Pemerintah saat itu tetap tidak memasukkannya ke dalam peraturan secara pasti, meskipun pada waktu itu pernah dikeluarkan Ordonansi 1907 No.485 yang mengatur tentang ujian notaris bagian I, II dan III. Di dalam Ordonansi ini tidak juga dimasukkan secara tegas aturan tetang syarat magang.
Dahulu juga pernah ada satu Bijblad no. 5142 yang menyinggung masa magang.
Bentuknya hanya berupa anjuran yaitu dari Gouvernementsmissive tertanggal 29 November 1889 No.2763 kepada Direktur van Justitie, agar apabila menerima usulan mengisi lowongan notaris memperhatikan kecakapan dari si pelamar diantaranya adalah kecakapan praktis. Sampai di sini, kita masih dapat menilai bahwa "masa magang" sebagai syarat pengangkatan notaris bukanlah suatu yang urgen atau mendesak.
Alasan Pemerintah belum memasukkan syarat magang ke dalam suatu peraturan secara pasti, diduga sangat berkaitan erat dengan situasi Indonesia pada masa itu. Terlebih lagi pada saat kedaulatan diserahkan kembali oleh Pemerintahan Belanda kepada Republik Indonesia (RI) pada 1950, Pemerintah Indonesia secara otomatis mempunyai daulat penuh atas wilayah RI kecuali Irian Barat. Sehingga pada tahun ini pula, pemerintah Indonesia untuk pertama kalinya dapat mengadakan ujian Negara bagi notaris, di mana sebelumnya yang berhak hanya pemerintahan Hindia Belanda.
Akibat dari kembalinya kedaulatan ke tangan RI, maka semua notaris asal Belanda diganti dengan notaris Warga Negara Indonesia (WNI). Namun apa hendak dikatakan kalau pada kenyataannya notaris WNI belum dapat diandalkan. Masih terdapat sejumlah kekurangan di sana-sini. Disadari bahwa para notaris pribumi itu tidak mungkin dapat dewasa dalam waktu yang singkat. Oleh karena itu diambil kebijakan dengan melepas notaris asal Belanda secara bertahap. Namun demikian kevacuman atau kelangkaan notaris di beberapa daerah tetap saja terjadi, karena ternyata banyak notaris asal Belanda yang berhenti secara sukarela.
Dengan adanya kelangkaan notaris, maka dikeluarkan kebijakan bahwa bagi mereka yang mempunyai pengalaman dalam bidang notaris atau sudah menempuh beberapa bagian ujian notaris dapat diangkat jadi wakil notaris sementara dengan wewenang yang sama dengan yang berijasah penuh. Kemudian dikeluarkan UU No. 33 tahun 1954 yang mengatur tentang wakil notaris dan wakil notaris sementara. Untuk wakil notaris diangkat oleh Menteri Kehakiman, sedangkan wakil notaris sementara diangkat oleh ketua Pengadilan Negeri. Di dalam ketentuan ini pun masih saja tidak ada ketentuan yang menyinggung tentang "masa magang" sebagai syarat pengangkatan. Sehingga dapatlah disimpulkan bahwa pada masa-masa itu pemerintah dengan sengaja melakukannya agar terdapat kebebasan dalam mengeluarkan kebijakan untuk mengatasi suatu keadaan yang mendesak yang berkaitan dengan pengangkatan notaris.
Seiring berjalannya waktu, Menteri Kehakiman sebagai institusi yang paling bertanggung-jawab atas pengangkatan notaris, mengeluarkan keputusan No.M-0L.H.T.03.01 Tahun 2003 tentang Kenotarisan. Di dalam keputusan tersebut diatur mengenai pengangkatan notaris bahwa untuk dapat diangkat menjadi notaris, calon notaris mengajukan permohonan dengan memenuhi beberapa syarat yang lebih detail daripada syarat yang ditentukan di dalam Stbl 1860 No. 3. adapun syarat-syarat yang harus dipenuhi yaitu:
-Warga Negara Indonesia;
-Bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
-Setia kepada Pancasia dan UUD 1945;
-Berkelakuan baik yang dinyatakan dengan surat keterangan dari Kepolisian Negara Republik Indonesia;
-Lulus pendidikan spesialis notariat atau Magister kenotariatan yang diselenggarakan perguruan tinggi negeri;
-Telah mengikuti pelatihan teknis yang diselenggarakan Direktorat Jenderal Administrasi Umum Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia republik Indonesia;
-Berumur serendah-rendahnya 25 (dua puluh lima) tahun;
-Sehat jasmani dan rohani.
Memang, mengenai persyaratan "masa magang" tidak dimasukkan secara langsung, tetapi menjadi persyaratan formal dengan melampirkan surat keterangan dari Notaris bahwa telah mengikuti magang di kantor Notaris selama dua tahun berturut-turut setelah lulus pendidikan spesialis notariat atau magister kenotariatan yang disahkan oleh organisasi setempat.
Dengan adanya keputusan dari Menteri Kehakiman tersebut, maka "surat keterangan telah mengikuti magang" bagi calon notaris merupakan keharusan sebagai syarat formal dalam pengajuan permohonan pengangkatan, bukan "magang"nya.
Sekarang (Sesudah UUJN)
Berdasarkan UUJN sekarang, persyaratan yang harus dipenuhi lebih tegas.
Khususnya berkaitan dengan ketentuan magang bagi calon notaris. Bahkan boleh dikatakan sangat berbeda. Syarat apa saja yang harus dipenuhi agar dapat diangkat sebagai notaris, di dalam pasal 3 UUJN dinyatakan sebagai berikut:
-Warga Negara Indonesia;
-Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
-Berumur paling sedikit 27 (dua puluh tujuh) tahun;
-Sehat jasmani dan rohani;
-Berijasah Sarjana hukum dan lulusan jenjang strata dua kenotariatan;
-Telah menjalani magang atau nyata-nyata telah bekerja sebagai karyawan notaris dalam waktu 12 (dua belas) bulan berturut-turut pada kantor Notaris atas prakarsa sendiri atau atas rekomendasi dari Organisasi Notaris setelah lulus strata dua kenoariatan; dan
-Tidak berstatus sebagai pegawai negeri, pejabat Negara, advokad, atau tidak sedang memangku jabatan lain yang oleh undang-undang dilarang untuk dirangkap dengan jabatan notaris.
Pada praktik, persyaratan magang di atas dijalankan. Seorang lulusan Magister Kenotariatan yang hendak melakukan magang dan telah mendapatkan izin dari notaris di tempat magang yang dimaksud, biasanya diharuskan untuk membuat surat keterangan magang yang telah ditandatangani oleh notaris tempat magang ditujukan kepada sekretaris Pengurus Wilayah INI tempat masing-masing. Hal ini dimaksudkan agar dapat tercatat di sana sejak kapan yang bersangkutan mulai melakukan magang. Sehingga ketika waktu magang 12 bulan telah ditempuh, surat keterangan dapat dikeluarkan Pengurus Wilayah INI berdasarkan berkas keterangan magang yang diterima sebelumnya.
Dilihat dari sisi yuridis, setelah UUJN magang bagi calon notaris menjadi sangat urgen karena menjadi dwingenrecth (harus). Namun karena UUJN itu sendiri ditujukan kepada notaris, tidak dapat dipungkiri apabila UUJN ini masih dapat di-akali. Misalnya terjadi KKN diantara si calon notaris dan Pengurus Wilayah organisasi notaris yang berhak mengeluarkan surat keterangan magang.
Terlepas dari sebelum atau sesudah UUJN, ada atau tidak ketentuan yang menyatakan adanya persyaratan magang dengan jangka waktu tertentu, masih urgen kah magang bagi calon notaris?
Melihat pada praktek notaris di lapangan yang tentunya sangat berbeda ketika masa menempuh perkuliahan Magister Kenotariatan di kampus, maka menurut hemat penulis magang tetaplah urgen bagi calon notaris. Meskipun pada sebagian universitas penyelenggara program Kenotariatan telah ada yang namanya kegiatan ekstra non-kurikuler semacam magang dengan waktu yang berkisar 3-6 bulan, itu belum cukup sebagai bekal praktik notaris secara langsung. Sebab si mahasiswa sekaligus membuat tugas akhir (tesis), sehingga dipastikan kualitas magangnya tidak optimal. Berbeda dengan mereka yang telah lulus MKn dan melakukan magang dengan totalitas, di sana akan terasa pergolakan intelektual, mental, emosional dan spritual dalam menghadapi realitas di lapangan.
Sayang, hingga saat ini belum ada kesamaan di antara para notaris dalam memperlakukan si pemagang baik berupa aturan tak tertulis maupun tertulis seperti syarat magang bagi calon advokad saat ini. Bagaimana memperlakukan si pemagang calon notaris semuanya masih diserahkan kepada si notaris penerima masing-masing. Padahal, berdasarkan UUJN (pasal 16 ayat (1) huruf m), tidak pelak lagi, menerima pemagang merupakan salah satu kewajiban notaris.
Selain kesamaan dalam memperlakukan si pemagang, menurut penulis juga perlu diperhatikan masalah jangka waktu magang. Karena bila kita melihat kembali pada masa magang wajib bagi calon notaris di negeri Belanda saat ini masa magang menjadi semakin lebih lama. Sebelumnya pada peraturan lama masa magang hanya tiga tahun, sedangkan pada peraturan terbarunya (Notariswet 1999) para calon notaris diharuskan menempuh masa magang lebih lama yakni selama enam tahun.
Lamanya masa magang bagi calon notaris di negeri Belanda tidak lantas serta merta kita tiru begitu saja, tetap saja butuh kajian secara khusus. Apakah lamanya masa magang calon notaris di sana disesuaikan dengan masalah yang dihadapi notaris disana jauh lebih kompleks dibanding dengan masalah yang dihadapi oleh notaris di Indonesia yang kiranya masa magang 12 bulan saja sudah cukup?
-----
*) Penulis Herlindah Petir, SH, M.Kn adalah Dosen Universitas Brawijaya Malang
dan pemerhati profesi notaris dan PPAT
Tidak ada komentar:
Posting Komentar